Pendakian Gunung Rinjani, Pesona Alam yang menghipnotis
Rabu, 13 Mei 2015 | Waktu di Lombok menunjukkan pukul 14.00 WITA saat saya dan lainnya telah sampai di Bandara International Praya dan berjumpa dengan rombongan lain yang tiba lebih dulu di Lombok malam sebelumnya. Mungkin inilah perjalanan pendakian saya yang cukup mendebarkan karena sama sekali belum pernah ke Lombok sebelumnya, dan akan mendaki salah satu gunung tertinggi di Indonesia (7 summit of Indonesia), dimana sebelumnya hanya berupa mimpi dan angan-angan. Rombongan yang akan berangkat mendaki Gunung Rinjani ini berjumlah 24 orang, yang dipertemukan dalam sebuah open trip oleh salah satu operator penggiat alam yang telah berpengalaman. Tidak ada ekspektasi apa-apa dalam perdakian kali ini selain ingin menyaksikan keindahan alam gunung rinjani yang tersohor itu dan kembali pulang dengan selamat.
Saya dan rombongan pun meninggalkan bandara untuk berangkat langsung menuju basecamp di Desa Sembalun. Sepanjang perjalanan kurang lebih 3 jam, kami menyisir jalanan kota-kota di pulau tersebut. Pemandangan indah saya temui ketika hampir tiba di Desa Sembalun. Bukit-bukit dengan kontur tegas mengelilingi pemukiman desa itu dengan udara yang cukup dingin. Rumah-rumah penduduk dan persawahan beraturan di pinggir jalan. Terlihat beberapa rumah diperuntukkan sebagai homestay karena informasi papan yang cukup jelas di depan rumahnya. Sampailah kami di basecamp saat waktu maghrib telah menyapa. Kepala rombongan langsung melakukan registrasi, beberapa teman yang lain memilih untuk salat magrib terlebih dulu dan istirahat sambil meregangkan badan. Yah badan saya memang terasa pegal dan lelah selama perjalanan dari bandara karena harus duduk diam tanpa keleluasaan bergerak di tempat duduk elf yang sempit. Kami memang akan langsung memulai pendakian pada malam hari itu juga dengan target sampai ke pos 2, seperti yang kepala tim informasikan sebelumnya karena untuk menghemat waktu. Waktu yang nantinya tersisa setelah turun dari Rinjani, bisa dimanfaatkan untuk bersantai dan bermain di pantai sebelum akhirnya pulang meninggalkan Lombok.
Jam 20.00 WITA kami pun segera beranjak meninggalkan pos 1 yang berjarak sekitar 2 km dari basecamp, setelah sebelumnya kami merapikan kembali carrier masing-masing, mem-packing ulang dan berdoa semoga perjalanan rombongan kami selalu lancar tanpa kendala yang menghampiri. Ini kali pertama buat saya jalan malam selama melakukan pendakian. Sedikit ada rasa was was tapi tetap harus tenang teriring doa. Kami berjalan beriringan dengan santai. Salah satu kawan yang asli dari Lombok bercerita bila kita tidak berjalan di waktu malam seperti ini, jalur trekking dari pos 1 sungguh indah, berupa kawasan sabana yang lembut dipandang. Saya sudah bisa membayangkan seperti apa pemandangan sabananya. Rumput keemasan saat musim kering atau kehijauan saat musim hujan. Memang sayang sekali yaa, tapi tidak mengapa. Suatu saat saya bisa kembali kesini kapan-kapan dengan tidak diburu waktu :) hehehe…
Di salah satu titik perjalanan, kami sampai pada sebuah lahan atau lapangan yang cukup luas tanpa rumput-rumput sabana. Kami berhenti sebentar dan oleh teman diminta agar memandang keatas ke arah langit tanpa menghidupkan head lamp. Subhanallah…saya berdecak kagum, ribuan cahaya bintang menghiasi langit malam rinjani. Semoga ini pertanda cuaca cukup cerah untuk beberapa hari kedepan. Perjalanan dilanjutkan sambil diselingi istirahat dan membekali tubuh ini dengan aneka cemilan ringan. Di tempat kami beristirahat sudah terlihat beberapa tenda yang sudah berdiri. Mungkin mereka memilih untuk tidak mendaki malam hari. Begitu pun setelah kami tiba di Pos 2, puluhan tenda sudah terpasang dan kami mulai mencari celah celah tempat untuk bisa diisi oleh tenda tim. Walaupun cukup berjarak diantara masing-masing tenda milik tim tapi sudah cukup lumayan untuk kami istirahat sebelum memulai pendakian esok paginya. Jam sudah menunjukkan waktu 23.00 WITA. Teman saya Maya, satu-satunya perempuan dalam rombongan mendapatkan space untuk memasang hammock dan memilih untuk istirahat disitu. Saya sendiri yang sudah cukup lelah dan ngantuk sejak kedatangan dari Lombok tadi siang memilih untuk segera masuk tenda lebih cepat dan tidur. Angin berhembus kencang malam itu. Dan dari Pos 2 saya melihat dari kejauhan diatas puncak bukit, kerlap-kerlip lampu putih bergerak-gerak yang ternyata adalah head lamp para pendaki yang sedang berjuang mencapai puncak dari punggungan gunung rinjani.
Kamis 14 Mei 2015 | Saya terbangun dan mendapati kondisi didalam tenda agak dingin. Saya memang tidak memakai sleeping bag karena malas untuk bongkar-bongkar keril. Hanya memakai jaket dan tas kecil yang dijadikan bantal. Waktu menunjukkan pukul setengah empat pagi, saya keluar dari tenda dan beradaptasi dengan kondisi sekitar. Beberapa kawan ternyata tidur di luar tapi terlindung dibalik bangunan beton yang belum sepenuhnya jadi. Saya melihat ada kompor dan ceret yang tergeletak dekat mereka dan segera membuat segelas susu jahe hangat. Cukuplah untuk sekedar menghangatkan tubuh di pagi dini hari itu. Bang Allen, ketua tim terbangun dan langsung mengeluarkan ide untuk segera masak buat sarapan kami. idenya kusambut dan saya pun membantunya, memotong sayur, mengambil air dari sumber di dekat pos dan mulai membangunkan teman-teman yang lain bahwa fajar sebentar lagi tiba. Om Ochid, teman seperjalanan dari Jakarta yang aku ajak ke dalam trip ini pun sudah bangun dari istirahatnya. Fajar menampakkan dirinya berhadap-hadapan dengan gunung rinjani. Sejauh mata memandang saya melihat hamparan sabana yang begitu keemasan berpadu dengan warna hijau menghiasi kawasan rinjani ini. Semakin lama sang fajar menghilang berganti langit yang mulai membiru cerah.
Kami pun mulai berjalan kembali setelah sebelumnya cukup sarapan untuk bekal energi beberapa jam kedepan. kami mulai mengemasi barang bawaan kami dan melihat rombongan lain juga melakukan hal yang sama. Kondisi jalan cukup kering dan panas dengan mulai sedikit menanjak. Di kiri kanan masih terhampar bukit sabana dimana terus saya abadikan dalam foto. Kami mulai terpisah-pisah dalam beberapa kelompok, tidak seperti malam sebelumnya kami berjalan beriringan. Kira-kira ada 3 kelompok terpisah dalam perjalanan kami, masing-masing di bekali handy talky untuk saling komunikasi dan memberi kabar. Saya berjalan santai kadang mulai berjalan duluan sambal diselingi istirahat. Awal-awal trekking setelah di pos 2 lumayan cukup bersahabat sampai akhirnya kami tiba di tanjakan yang sering orang menyebutnya bukit penyesalan. Inilah bukit php (pemberi harapan palsu) buat sebagian orang-orang. Bukit yang terus menanjak (setidaknya ada kurang lebih 7 bukit) dengan beberapa trap untuk beristirahat. Saya akhirnya terdampar bersama kelompok terdepan yang sebelumnya berhasil saya kejar. Ada sekitar 5 sampai 6 kali kami beristirahat, bahkan ada yang sampai tertidur. Perjalanan kurang lebih sekitar 6-7 jam dari pos 2 termasuk istirahat siang dimana memang sudah timing-nya kami mengisi perut untuk me-recharge kembali energi tubuh setelah terkuras dalam mendaki bukit penyesalan ini. Namun sungguh saya tidak menyesal karena diberi pemandangan indah selama mendaki bukit ini, sesekali saya melihat ke belakang dan hanya tampak gumpalan-gumpalan awan dan kabut mulai berdatangan. Kadang kabut hilang kembali. Nun jauh dibawah sana tempat kami menginap semalam sudah tidak kelihatan lagi dan lama kelamaan kami sudah semakin tinggi ditempat kami berpijak.
Sampailah kami akhirnya tiba di Plawangan Sembalun. Saya pun langsung sujud syukur, menikmati keberhasilan pertama ini. Masih ada tanjakan-tanjakan berikutnya yang mungkin akan lebih ekstrim dari ini. Masih berada di kelompok pertama, saya langsung duduk istirahat lama sambal menikmati cemilan yang tersisa. Beberapa teman di belakang kami mulau berdatangan, sebagian dari kami mulai memasang tenda. Setelah istirahat cukup lama dan melemaskan kaki, saya membantu mengambil air di sumber air bersama 2 orang teman lainnya. Tak disangka ternyata lokasi sumber air cukup jauh dari tempat tenda kami berdiri. Walaupun begitu, kami cukup senang setelah mengetahui sumber yang ada sangat melimpah airnya, segar dan dingin. Tak butuh waktu lama saya langsung mencuci muka, membasuh seluruh badan ini (walau tak semua) dengan mata air gunung. Rasanya seluruh tubuh saya kembali bersemangat dan tidak merasakan lelah seperti sebelumnya. Setelah dari sumber air, saya kembali ke lokasi tenda dan tampak dari kami semua telah sampai ke plawangan sembalun. 5 tenda sudah berdiri lengkap. Waktu belum menunjukkan tanda-tanda matahari akan terbenam. Langit sangat cerah dengan udara yang sejuk. Kabut yang awalnya menutupi sisi danau segara anak, lama-kelamaan tersibak dan menunjukkan sisi keindahannya. Tampak puncak gunung rinjani yang siap untuk dijamah. Arah yang berlawanan terlihat di kejauhan kawasan desa sembalun dengan gumpalan-gumpalan awan yang menghiasi diatasnya. Nikmat tuhan mana lagi yang kamu dustakan..!?
Malam menyambut kami dengan dinginnya udara yang menyelimuti kawasan perkemahan ini. Masing-masing tenda kami mulai sibuk mempersiapkan makanan dan minuman untuk disantap. Ada yang memilih untuk tidur-tiduran dulu sebelum menikmati makan malam. Sebagian ngobrol ringan canda-candaan khas anak muda di gunung. Saya sendiri memilih beristirahat santai sambil menunggu hidangan yang dibuat oleh ketua tim. Sembari beristirahat saya memikirkan bagaimana pendakian selanjutnya ke puncak apakah saya sanggup atau tidak, hehe.. Maklumlah, mendengar dan membaca cerita dari orang-orang yang telah berpengalaman, ada terselip rasa takut dan was-was tapi harus siap dengan segala rintangan yang akan dihadapi. Barang-barang untuk keperluan summit attack nanti mulai saya siapkan dalam tas kecil. Makanan di malam hari itu sungguh nikmat rasanya walaupun sangat sederhana. Dan sambil menyeruput miniman teh panas, saya mengobrol santai dengan yang lainnya dalam satu tenda bagaimana persiapan pendakian besok dini hari. Alarm mulai saya aktifkan sebelum tidur. Malam semakin larut hingga tidak terdengar lagi suara-suara berisik teman-teman saya dari tenda sebelah.
Jumat, 15 Mei 2015 | Jam telah menunjukkan waktu pukul 01.00 WIB saat kami semua telah dibangunkan untuk mempersiapkan diri mendaki puncak gunung Rinjani. Sedikit telat setengah jam, beberapa dari kami mulai berjalan beriringan menuju arah yang yang telah ditunjukkan. Tampak kelompok pendaki lain sudah bersiap-siap juga, bahkan ada yang sudah berjalan di tengah-tengah perjalanan sebagaimana terlihat dari lampu-lampu yang berpijar dari head lamp yang mereka kenakan. Mereka mulai dari jalur yang terlihat sangat menanjak dan menyisir punggungan gunung rinjani. Saya berjalan santai tanpa buru-buru. Saya melihat kondisi jalur pertama cukup sempit hanya cukup buat satu orang. Jalur berupa tanah dengan beberapa akar-akar pohon sebagai pijakan, jalur berikutnya berubah menjadi jalur berbatu dengan cukup banyak pasir di setiap sisinya. Perlu hati-hati dan sedikit waspada karena kemiringan tanjakan hampir 80 derajat. Kondisi sekitar gelap namun terbantu dengan cahaya lampu yang terpasang di kepala kami serta trekking pole yang selalu setia menemani. Ada sekitar 1 jam kami mulai menanjak dari bawah sampai di tempat datar awal bagian punggungan gunung. Dari sini kondisi jalan cukup datar dan santai untuk dilewati. Nafas tidak ngos-ngosan seperti sebelumnya.
Dan inilah perjalanan malam yang tak terbayangkan sebelumnya. Perjalanan yang membutuhkan semangat luar biasa menahan rasa dingin, lelah dan ngantuk yang menjadi satu. Saya ingat betul bahwa saat-saat itulah jiwa dan raga kita benar-benar diuji. Saya terus berjalan menyisir punggungan sambal tetep waspada akan sisi kiri dan kanan saya. Karena dua-duanya adalah tebing yang bisa terjatuh saat terpeleset bila tidak hati-hati. Sampai pada suatu saat mata ini tidak bisa diajak kompromi, saya pun merebahkan diri untuk istirahat. Ditemani om ochid, kami duduk melepas lelah ditengah dinginnya pagi buta. Dalam keadaan berbaring dibawah batu besar ditengah jalan, saya pun akhirnya tertidur. Walaupun terdengar bunyi langkah kaki pendaki lain, mata saya terpejam membiarkan diri larut dalam dekapan hawa dingin gunung dibawah langit penuh bintang. Sambil berdoa agar saya mampu melanjutkan perjalanan ini sampai ke puncak.
Ketika sadar jam menunjukkan pukul 04.00 WIB pagi, saya terbangun dan buru-buru melanjutkan perjalanan. Lama-lama jalur yang saya lewati agak menanjak serta banyak pasir dan batu-batu lepas. Dan saya pun tiba di trek berpasir, jalur yang lumayan sulit buat didaki karena semakin melangkah akan terus terperosot ke bawah. Saya terus berjuang walau kaki sudah terasa lelah sekali. Sekali melangkah naik, dua langkah merosot turun. Dengan bantuan trekking pole saya terus melangkahkan kaki selebar-lebarnya. Kadang-kadang sambil diselingi istirahat dengan dahi bertumpu pada trekking pole. Sungguh menguras stamina dan melelahkan memang. Saya melihat kebawah. Pendaki lain juga berjuang di jalur yang sama. Melewati medan berpasir yang lumayan menguras waktu dan tenaga. Ditengah perjuangan, langit mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa fajar akan menyingsing. Terlihat sinar pagi mulai menampakkan dari arah samudra di seberang pulau Lombok. Di belakang kami, pemandangan Danau Segara Anak mulai terlihat. Indah sekali. Saya berhenti sejenak untuk mengabadikan foto. Sungguh tidak menyesal walaupun dalam keadaan lelah. Ini belum selesai, masih sedikit lagi untuk menggapai yang diidam-idamkan. Perbekalan hampir menipis, berdua saya dan om ochid harus menghemat air. Kami akhirnya bisa meminta sedikit air dari seorang Pendaki bule asal Slovakia yang kebetulan berhenti di dekat kami karena asyik berfoto di depan danau, sungguh baik orangnya. Dia meminta untuk difoto. Setelah mengucapkan terima kasih , kami langsung semangat meneruskan perjalanan. Saya terus berupaya menggapai setapak demi setapak medan pendakian yang hampir mendekati puncak. Saya melihat keatas, orang-orang sudah mulai kelihatan sampai disana. Saya semakin bersemangat juga menyemangati teman seperjalanan saya. Hingga akhirnya kita berdua pun telah menjejakkan kaki di ketinggian 3726 mdpl puncak Anjani, Gunung Rinjani. Alhamdulillah…
Sujud syukur pun aku panjatkan setelah tiba di puncak. Sudah kelihatan ramai sekali oleh para pendaki dengan gaya berfotonya masing-masing. Saya memilih untuk istirahat sejenak meluruskan kaki dan mengatur napas. Belakangan saya melihat salah satu teman satu rombongan ada yang mendapatkan bantuan oksigen, mungkin tidak tahan dengan udara tipisnya. Saya tiba di puncak sekitar pukul 07.00 WIB dan mendapati beberapa teman yang lain masih belum lengkap semua. Saya menikmati ke sekeliling penjuru dari atas dataran tertinggi pulau Lombok ini. Di sebelah barat terlihat sangat kecil yaitu Gunung Agung di Bali. Di sebelah timurnya, terpampang Gunung Tambora di Pulau Sumbawa. Saya sangat bersyukur sekali diberi keindahan alam di tengah cuaca terik dan cerah sekali. Kebesaran Tuhan Sang Pencipta alam sungguh nyata adanya. Hanya sekitar 1 jam saya dan kawan-kawan berada di puncak, tidak sanggup berlama-lama dengan terik mataharinya. Saya mulai turun diikuti oleh beberapa teman saya di belakang. Seperti bermain ski, kami menuruni tanjakan pasir yang awalnya terasa berat sekarang begitu mengasyikkan. Hahaha… seru banget. Kadang berhenti buat ambil foto-foto. Kami terus berjalan dan perosotan bersama pasir-pasir sampai tak terasa sudah hampir di bawah dekat sumber air. Saya sudah tidak tahan dengan panasnya dan pasir yang masuk kedalam sepatu saya. Saya harus segera menuju ke sumber air, ingin menikmati kesegaran alami air pegunungan dengan mandi disitu. Minum dan membasuh seluruh tubuh. Segar dan enak. Beruntung sekali tidak begitu ramai. Saya pun mereguk kenikmatan sesaat dan menyegarkan kembali seluruh sendi-sendi tubuh dengan guyuran air pegunungan setelah menuruni trek berpasir yang lumayan panas.
Perjalanan ke Danau Segara Anak kami tempuh dalam waktu kurang dari 2 jam. Setelah saya bersiap-siap membereskan peralatan pribadi dan makan siang seadanya, saya mulai menyusuri setapak demi setapak jalur yang ada. Memang sedikit agak ekstrim dengan batu-batuan yang menjadi pijakan kita dalam berjalan, jadi perlu berhati-hati. Sesekali juga harus bersabar karena harus memberi ruang bagi pendaki-pendaki lain yang datang dari arah sebaliknya mau ke Plawangan Sembalun. Lama-kelamaan jalur pun berubah menjadi sedikit lebih landai dengan pepohonan dan alang-alang yang menghiasi sekitar punggungan serta kabut tipis yang kadang muncul di dekat danau. Dan akhirnya kami pun tiba di tepi danau. Area tepi danau Segara Anak telah ramai oleh pendaki-pendaki yang camping. Ada yang memancing, memasak perbekalan serta yang baru memasang tenda. Kami yang baru tiba langsung mencari ruang buat 4 tenda kelompok kami. Untung masih ada tempat walau pada akhirnya kami baru menyadari keesokan harinya bahwa tempat tersebut banyak ranjau bertebaran hahaha…. Setidaknya kami mendapat posisi yang bagus di tepi danau, melihat ke seluruh hamparan danau dengan anak gunung Rinjani yang kokoh berdiri hampir di tengahnya.
Setelah tenda berdiri, saya merebahkan diri di dalamnya. Dengan menggelar matras dan mengeluarkan sleeping bag dari dalam keril, saya meluruskan kaki. Saya memang tidak sempat beristirahat selepas dari puncak. Hingga saya tak sadarkan diri tidur sampai langit menunjukkan tanda malam akan segera tiba. Malam di danau segara anak sungguh menentramkan. Langit cerah bertabur bintang memayungi kami beristirahat dan makan malam dengan lauk yang cukup mewah bagi saya. Ini malam ketiga kami berada di Rinjani. Pikiran sudah melayang-layang dengan makanan-makanan enak jika sudah waktunya turun besok nanti. Bibir saya sudah pecah-pecah tanda kekurangan vitamin dan efek perubahan cuaca dari panas ke dingin dan sebaliknya. Lewat tengah malam saya dan beberapa teman belum bisa memejamkan mata sehingga kami mengisi waktu membuat foto milkyway. Perlu beberapa kali jepretan untuk menghasilkan efek dramatis langit malam dan bintang di dalamnya.
Sabtu, 16 Mei 2015 | Keesokan harinya, saya dan beberapa teman mulai mengeksplore kawasan di sekitar rinjani, mulai dari sumber air panas bertingkat dimana semakin ke bawah kadar panasnya semakin berkurang. Saya pun mandi di kubangan air panas paling atas dekat air terjun sumber air panas tersebut, ga perlu lama-lama karena waktu pagi yang sangat terbatas. Lanjut ke spot foto dengan latar belakang Gunung Barujari yang lebih luas. Disini lokasi nya lebih tinggi dari tempat kami mendirikan tenda. Waktu sudah menunjukkan hampir siang hari dimana kami sudah harus mengisi perut untuk melanjutkan perjalanan pulang menuju Senaru. Tim mulai melipir sisi danau untuk menuju ke jalur pendakian senaru. Jalur yang sangat menantang dengan pemandangan yang indah. Terdapat sebuah tempat yang biasanya untuk beristirahat yang dinamakan Batu Ceper. Dari sini kawasan danau segara anak terlihat lebih jelas dan mempesona. Gunung Barujari serta tebing yang mengelilinginya terlihat lebih cerah dan berwarna. Perjalanan terus dilanjutkan dengan melipir jalan setapak kecil menyusuri tebing hingga keatas puncak plawangan senaru. Terdapat spot-spot yang rawan longsor sehingga harus ekstra hati-hati untuk melewatinya. Dalam waktu kurang lebih 2-3 jam kami semua pun tiba dengan selamat di plawangan senaru. Samudra awan tampak terlihat indah sejauh mata memandang, begitupun juga pemandangan Gunung Rinjani dengan danaunya juga semakin jelas dan menghinotis mata yang memandangnya. Saya dan beberapa teman lain yang tiba duluan setelah beristirahat sebentar, langsung melanjutkan perjalanan menuruni punggungan bukit-bukit hingga tiba di batas vegetasi. Dari batas vegetasi hingga ke basecamp senaru terdapat 3 pos dimana perjalanan yang kami tempuh cukup panjang. Total sekitar 6 sampai 7 jam kami menghabiskan waktu dari plawangan senaru hingga ke pintu gerbang basecamp senaru. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB malam hari saat kami berhasil melewati gerbang tersebut, kami pun beristirahat untuk memulihkan kondisi tubuh. Beberapa anggota tim memang tidak bersamaan sampai di pintu keluar hutan rimba. Tercatat yang paling akhir tiba sekitar jam 01.00 - 02.00 dini hari. Saya pun tak tahu lagi karena sudah tertidur lelap di tengah dinginnya malam.
Paginya saya mulai bangun dan melihat seluruh tim telah selamat turun melewati hutan rimba senaru. Kami pun lanjut beres-beres, mencuci muka dan sikat gigi, sarapan di warung di depan pintu gerbang. Lalu mulai berjalan kembali pulang ke tempat mobil jemputan kami menunggu. Inilah pengalaman saya mendaki gunung terindah di Indonesia sejauh ini. 4 hari 3 malam kami lewatkan waktu menikmati pesona rinjani. Pesona yang tidak akan pernah pudar oleh waktu asalkan setiap pengunjung atau pendaki yang datang selalu melestarikan dan merawat apa yang dilewati di setiap jalur pendakiannya.